Senin, 17 Februari 2014

Perempuan, Rumah Rembulan

Diena Rifa'ah - @jedasejenak11

aku tahu kau mencintai cahaya lebih dari apapun
lebih dari detak jantung
dan aliran darah pada tiap jengkal pembuluhmu
kau menganyam petak-petak sinar yang tertangkap oleh mata
menjahitnya pada dadamu
dan menghentikan degupnya sesekali
suatu hari, saat seseorang memilih untuk pergi
 
aku tahu kau akan tetap bertahan di sana
kau lalu menghitung jumlah pergantian bulan kepada matahari
mendongengkan bintang-bintang
dan menyampaikan rindu pada awan
mereka menderit dan bergerak perlahan
saat pelan-pelan,
senyum mengundurkan diri dari wajahmu yang purnama
 
perempuan di rumah rembulan,
ia bukan mengemis pada bola-bola lampu
atau lilin-lilin yang melelehkan dirinya sendiri
perempuan di rumah rembulan menyinari dengan jiwanya
yang memilih untuk tidak pernah redup
 
ia berkata dengan lirih;
“biarkan cinta mengeja namanya sendiri”

Kamis, 30 Januari 2014

Melupa Rasa

@boom2s - umar wirahadi kusuma

Aku pernah berbaring ditengah panggung merah yang sinarnya berwarna hitam
Aku pernah bernyanyi nyaring ditengah riuh ribuan orang yang menjadi bisu.

Kata bibir tipismu aku adalah rindu abstrak yang menyeringaimu setiap malam.
Kita sepasang raga yang membutakan diri dengan mata hati terbelenggu.

Kepada cerita yang kini bermain – main di pucuk musim penghujan.
Tidakkah lebih elok rupa mendungmu menjadi pelepas dahaga sejenak.

Kepada memoar panjang kita yang meraba tentang bisikan akhir zaman.
Mungkin kini melupa, hingga pasti lenyap tak berjejak.

Kita serupa hadirnya tamu – tamu gelap yang tak tahu cara mengecap nikmat salam.
namun kita sadar ,Tuan!
bumi, malam, alam dan segala isinya menopang punggung – punggung kecil kita agar tetap saling mencumbu, mencumbu dan menjadi abu.

- - @boom2s - -
Best Regards

Sabtu, 18 Januari 2014

Yang Seandainya Bisa di Beri Kesempatan

Msyarifem - @assyarifem

 karena aku sudah terlanjur mencintaimu
seperti buah yang terlanjur manis di pohonnya
aku ingin sekali terlihat kesiapan mu menerima ku
dan kumohon jangan jadikan beda antara kita jadi sengketa

inilah aku, yang dengan radikalnya mencintaimu
tahukah kau, doaku itu adalah engkau
tapi lengkap sudah kesedihan sesalku kini
Betapa tidak, hatimu pun tertutup, membuat teriakan ku jadi tak berarti

ingatkah kau, kau telah jadi pemandangan indah seperti gambar yang kau buat waktu kecil
namun ternyata semua nya terlalu menyilaukan
aku ingin menjauh dari sinaran gambarmu
yang memaksaku untuk senyum begitu lebar

aku ingin kita saling terikat, tapi tidak untuk saling membebani
Ada makna kenapa aku tetap ada disini, bukan untuk mengisi mimbar mimbar cahaya
Hanya untuk menyadarkan mu,
Bahwa sesungguhnya mendapatkanmu adalah satu cara mensyukuri anugrah Tuhan

Aku memaksakan diri untuk gusar karenamu, memaksakan mu untuk peduli
Pemandangan yang kau berikan pun hanya jadi luka dimata ku
Tetapi mungkin aku hanya mencari cari kesalahanku sendiri
Maaf karena maaf ku bukan untuk mu, tapi hanya untukku yang terlalu…

Ahh… mencintaimu

Jumat, 17 Januari 2014

Hujan Januari

                                                                     Wawan Kurn - @wkhatulistiwa

tentang kesepianku yang dirindukan jatuhnya hujan

kulihat dari balik jendela
dia seorang diri, berdiri di tengah hujan
menghadapkan wajah pada jauhnya langit
yang dengan sengaja menghukum hujan
agar datang menemuinya, rindunya

tentang kesepianku yang dirindukan seseorang
sesekali sehabis petang dia belajar
menanggalkan kesepiannya dengan mengutuk diri
mencari letak pengharapan langit

kau, perempuan berpayung mendekat pelan
perlahan meneduhkan dan menyentuh bayangannya

ini tentang sepi, mungkin sepi kita masing-masing

hujan masih jatuh dan aku tetaplah jauh
kesepian yang dirindukan telah beranjak
mengikuti jarak di sebuah kota hujan

tentang sepiku
kau tahu bahwa letaknya
telah dihinggapi jejak – jejak hujan januari
dan sembuh setelah maret
merayakan kelahiran kita bersama sepi

juga kau yang hadir sebagai rindu
datanglah sebagai payung 
untuk sepiku yang masih kehujanan

kulihat dari balik jendela

dia seorang diri, berdiri di tengah hujan


Makassar, 15 Januari 2014

Pulang

Wawan Kurn - @wkhatulistiwa

Sendirilah
menyanyikan lagu tentang
kepulangan rindu
yang tiba pada persimpangan

sendirilah
merayakan perpisahan dengan sedih
di sebuah kota tua
tempat kisah lama terjalin

sendirilah
menyandarkan sekumpulan
resah yang menawan
dan melawan ingin kita

sembari langit mendoakan
hujan agar setia
dan mampu mencintai
perjalanan pulang
jika rindu memenggal jarak
menjadi temu

sendirilah
untuk sementara waktu
sementara separuh jiwamu
di jaga seorang yang juga menjaga
kesendiriannya

Kesendirianmu biarkan bertemu rindu
seorang yang memagari jiwanya

dengan kesepian, kecuali untukmu

Makassar 14 Januari 2014

Keteduhan

Andi Sri Wahyuni Handayani - @ASWHandayani

Semacam fitohormon dari tetumbuhan yang disapa embun pagi
Semacam asketis dari akhlak para nabi dan sufi
Semacam sel merkuri tanpa voltase tinggi.
Semacam itu garis keteduhan hadir dari wajah sang abdi.

Hati yang hampir berkarat tak terjamahi
Hanya pasrah dalam proses korosi
Tetiba oksidasi udara di hati terhenti
Saat hawa dingin coba ditawari.

Hati memang tidak terjaga nan suci
Adakalanya tersesat dalam nista dan hidup yang nisbi
Tapi bukankah memang tak ada yang sesempurna nabi?
Bukankah selalu ada jeda merefleksi untuk memperbaiki diri?

Telah tereja sebagian mimpi
Dari kelopak mata mayang yang teduh dan sunyi
Benarkah ini bukan alibi?
Untuk mengobati hati yang pernah tersakiti.

Adakah teduh yakini
Skeptis pada kaum yang pernah ditemui
Kini menyambutnya dalam simpuhan doa-doa sunyi
Hingga kelak datang membawa janji-janji suci.

Bilakah keteduhan jadi teman berbagi
Menyederhana dalam kehidupan yang tak abadi
Menyempurna menuju yang hakiki

Saling silang substitusi menanti mati.

Sidenreng Rappang,  07 Desember 2013

Kamis, 16 Januari 2014

Menjadi Tangan, Menjadi Kaki

Diena Rifaah - @jedasejenak11

menjadi tangan, menjadi kaki
menjadi tangan, menjadi kaki, menjadi langkah
matahari yang bersinar kemarin masih sama dengan yang bersinar hari ini
tapi ia telah undur diri beberapa waktu yang lalu saat hujan menikah dengan bumi
lalu bumi melahirkan anak-anaknya;
pohon-pohon baru yang bertumbuh di salah satu sudut hutan
hutanmu
hutanku
hutan kita
menjadi tangan, menjadi kaki, menjadi jemari
jemari yang menghapuskan air mata yang kering,
mengalir,
lalu kering lagi
dan sungai-sungai yang bening menghapuskan dahagamu
pada sebuah perjalanan panjang
sungai yang sesekali kau ciduk airnya dengan telapak tangan
dan dengan hati;
yang sekepingnya telah dibawa pergi
menjadi tangan, menjadi kaki, menjadi sepasang bola mata
warna-warni yang membias memasuki seluk beluk ingatan
kita mengurai hari yang dijalin oleh jarum-jarum jam yang berdetak canggung,
semakin lama
semakin canggung
kita menatap hutan
menatap matahari
lalu menatap hati sendiri-sendiri;
bagaimana warnanya kini?


Makassar, Januari 2014